Oleh: Dr, Wahyu T. Setyobudi, MM, ATP, CPM.
Global Business Marketing, Binus Business School 

Suasana Ramadhan memang tidak pernah gagal menyentuh sisi fisik, emosional, dan spiritual kita secara paripurna. Aroma masakan ibu yang menyergap, padahal mata yang masih selarik dipaksa bangun untuk sahur. Suara bedug bertalu-talu menyemarakkan langit merah menjelang berbuka, dan tetangga yang berombongan berjalan ke masjid untuk sholat tarawih bersama. Semua itu mewarnai memori kita, sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Ramadhan seakan menemani perjalanan, seiring usia menua. 

Bukan rahasia umum, bahwa bulan ramadhan juga ditandai dengan perubahan perilaku keluarga. Persiapan bulan Ramadhan sering didefinisikan dengan membeli berbagai macam produk untuk disimpan, mencukupi kebutuhan konsumsi sahur dan berbuka selama puasa. Porsi dan jenis makanan dilengkapi berbagai multivitamin, meningkat seiring dengan ibadah yang dijalankan di bulan mulia ini. Data survei yang dirilis oleh Trade Desk menunjukkan bahwa 53% konsumen Indonesia berencana membelanjakan THR nya di bulan rRamadhan. Data lain menyebutkan bahwa kenaikan konsumsi keluarga bisa mencapai 30% atau lebih. Oleh karenanya, fenomena perilaku pasar ini perlu disikapi dengan baik, sehingga kinerja produk Halal di bulan ini dapat optimal. 

Suatu permintaan musiman (seasonal demand) pada dasarnya memiliki beberapa sifat yang khas. Diantara sifat-sifat tersebut adalah pertama, permintaan yang melonjak pada suatu waktu tertentu. Periode seasonal terbatas, sehingga perlu disikapi dengan baik. Apabila pengelolaan pemasaran kurang tepat, maka momentum akan hilang, dan meninggalkan permasalahan stok yang melimpah sehingga biaya menjadi tidak efisien.  

Kedua, tidak semua produk mengalami lonjakan permintaan, namun terbatas hanya pada produk-produk yang relevan dengan momen musiman tersebut. Sebagai contoh, di bulan rRamadhan akan meningkat produk makanan, minuman, fashion islami, dan produk lain yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah. Sementara untuk produk wisata non halal, entertainment, konstruksi, dan lainnya justru akan mengalami penurunan. Sifat ketiga dari pola seasonal yang perlu kita pahami adalah adanya fenomena berulang dari tahun ke tahun. Siklus Ramadhan terjadi setiap tahun, sehingga pada dasarnya data-data tentang kinerja silam dapat dicari dan dipelajari. 

 

Skema Optimalisasi Seasonal Demand (Setyobudi, 2024) 

Mengingat beberapa sifat khas dari pola seasonal, maka kita tentu dapat merumuskan suatu pendekatan yang bisa dijadikan sebagai pegangan bagi para pemasar produk Halal untuk mampu memaksimalkan kinerja produk di dalam pola berulang ini. Komponen pengelolaan itu adalah suatu siklus yang berurutan yaitu: Prediksi-Adaptasi-Inventarisasi-Komunikasi-Evaluasi. Mari kita jabarkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam. Komponen pertama adalah Prediksi. Seperti telah diulas, pola berulang setiap tahun membuat kita mampu mengumpulkan data kinerja kita di tahun sebelumnya, atau juga kinerja industri selama Ramadhan. Data ini memungkinkan kita, untuk mendapatkan gambaran seberapa tinggi lonjakan demand di pasar. Lonjakan ini yang kemudian kita konversi menjadi proyeksi pendapatan dan pada akhirnya proyeksi produksi. Dengan demikian, kita sudah bisa melakukan pembelian bahan baku jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan. Pembelian jauh hari membuka peluang lebih besar untuk negosiasi dan mendapatkan barang dengan kualitas dan harga yang lebih kompetitif. 

Tahap kedua yang perlu dilakukan adalah adaptasi. Perlu ada kaitan yang kuat antara produk dengan perilaku konsumen selama bulan Ramadhan. Di sinilah inovasi sangat diperlukan, seperti misalnya inovasi packagingfeature produk, membuka channel di masjid atau exhibisi lainnya. Prinsip utama dalam adaptasi adalah forced relationship, mencari hubungan dari hal-hal yang nampaknya tidak terkait. Misalnya, menjual mobil bisa kita bungkus dengan mobil yang fungsional untuk mudik. Atau misalnya rumah sakit, membuat paket khusus medical check up sebagai persiapan puasa. Demikian berbagai kegiatan adaptasi produk dan layanan bisa kita bangun agar mengait kuat dengan consumer journey di momen puasa ini. 

Selanjutnya tahap ketiga adalah inventarisasi. Lakukan audit untuk melihat berapa stok yang ada, sepanjang rantai pasok, baik inbound (material untuk produksi) maupun outbound (distribusi barang jadi). Informasi yang akurat diperlukan agar produksi bisa efisien, mampu meraih peluang dengan optimal sesuai kapasitas. Utamakan untuk menggunakan produk yang telah diproduksi sebelumnya sehingga sekaligus dapat menggantikan stok dengan yang baru. Usahakan peningkatan produksi dilakukan beberapa bulan sebelumnya, sehingga tidak melonjak secara drastis yang menyebabkan kenaikan biaya produksi karena lembur. 

Tahap berikutnya yang juga sangat penting adalah komunikasi. Penting sekali untuk memberi pesan kepada pelanggan bahwa produk kita juga memiliki kegembiraan yang sama untuk merayakan bulan Ramadhan. Hal ini akan membangun perasaan terkoneksi, atau yang oleh Kevin Lane Keller disebut sebagai resonansi antara brand dengan pelanggan. Komunikasi bisa ditingkatkan secara gradual selama beberapa bulan sebelum, dan meningkat intensitasnya selama bulan Ramadhan. Pilihlah konten dan media yang paling sesuai, fit dengan karakter produk dan mampu menjangkau pelanggan di tempatnya masing-masing. 

Hal terakhir namun sering dilupakan adalah evaluasi. Proses evaluasi ini dapat dilakukan secara singkat untuk menilai program yang dilaksanakan mingguan selama periode Rramadhan, atau bisa juga dilakukan setelah momen Ramadhan, sebagai pembelajaran untuk tahun berikutnya. Jangan lupa untuk meminta pendapat dari pelanggan secara langsung, mitra-mitra distribusi, supplier Anda, serta tenaga penjual yang sehari-hari berada di lapangan. Demikianlah sekelumit strategi, langkah demi langkah untuk dapat mengoptimalkan kinerja produk, memanfaatkan momen penting bagi umat islam. Selamat beribadah, berbisnis dengan hikmah. 

Artikel ini juga dapat dibaca di majalah Halal Review edisi 03/Maret/2024

© IHATEC Marketing Research 2024